LIMA BUDAYA HONGKONG
Saat pertama niat pergi merantau muncul, tentunya dengan segudang cita-cita terterap dipikiran. Untuk berjuang dinegara orang di pikir masak-masak segala apa yang akan dihadapi nanti. Mungkin dengan berbagai persiapan kita kumpulkan untuk menghadapi apa yang terjadi. Dengan tekat dan tujuan positif selalu tertanam dalam hati. Tentunya demi satu harapan memperbaiki masa depan. Hongkong negara paling diincar untuk merenggut dollar. Selain dimanjakan kemajuan teknologi juga kedisiplinan dibidang hukum yang sangat ketat. Tapi seimbang dengan kehidupan serba bebasnya. Dimana selangkah kita salah berjalan, arus nikmatnya dunia akan menyeret ke lubang dosa.
Perempuan sebagai ajang kuasa di Negara Hongkong. Bias di lihat dari perbedaan kehidupan orang Hongkong dengan kehidupan tanah air Indonesia. Sangat berbeda. Hongkong pola pikirnya sangat keras, kedisiplinan mengental di kehiupannya. Perlukah ini dijadikan contoh? Sangat perlu. Kenapa tidak.
Sebagai perempuan tetaplah jalan di kodratnya sebagai ibu dari anak-anaknya. Tetapi perempuan bukan berarti tidak ada hak untuk menjalan kedisiplinan dalam melangkahkan kaki. Seperti kita tahu sebagai hamba muslim bagaimana sikap dan tindak tanduk istri-istri Rasul kita cintai yaitu, Nabi Muhammad. Seperti Bunda Aisyah yang begitu tegar dan semangat membantu menegakkan islam. Dan juga Bunda Siti khotijah begitu mandiri dan jiwa keibuannya sangat kental.
Lalu kita sebagai perempaun jauh dari keluarga, suami, anak, dan teman di kampong apakah tidak boleh mengikuti jejak kakinya bila tujuannya itu positif. Tentu diharuskan. Sebab inilah kesempatan untuk melatih menjadi perempuan mandiri dalam berpikir dan melangkahkan kaki. Budaya Hongkong banyak yang kita jadikan tonggak untuk mengasah kepribadian yang positif. Budaya apakah itu?
Budaya Hongkong yang bias kita petik adalah:
1. Gemar membaca, dengan membaca kita akan mengumpulkan segudang ilmu pengetahuan. Entah buku agama atau buku ilmu yang lain. Tentunya buku itu bermanfaat untuk kehidupan. Membaca apakah berarti menuntut ilmu, tentu saja iya. Sebab dengan membaca kita akan menjadi tahu, padahal sebelumnya kita tidak tahu.
2. Mengolah waktu. Kalimat ini saya ambil dari kata-kata majikan saat memberi nasehat saya. Maksudnya adalah pandai-pandai memanfaatkan waktu 24 jam dengan sesuatu hal positif. Seperti rumus para pebisnis, “Waktu adalah uang” Jadi buatlah draf-draf untuk mengatur waktu supaya satu detik ada hikmah dan manfaatnya.
3. Mantapkan kaki. Ini pesan kudapatkan dari seorang yang membimbing sekolah bisnis. Maksud dari kata itu adalah, memantapkan segala keputusan dengan hati iklas dan optimis bahwa pilihan hidupnya adalah untuk kebaikan. Seperti disaat kita dihadapkan dua atau tiga pilihan, sedangkan semuanya adalah baik buat kita. Lalu bagaimana? bias kita sholat istiqaroh. Lalu bagaimana bila masih bingung? Buatlah denah-denah berpisah diantara dua atau tiga pilihan itu. Tentunya denah itu pasti ada berbandingannya antara banyak manfaatnya dan tidak banyak manfaatnya untuk dipilih. Setelah itu, mantapkan hati dan iklas memilih salah satu pilihan itu. Tentunya dengan optimis kita menjalankan pilihan itu.
4. Tepat waktu. Ini yang mungkin sulit untuk diterapkan, tetapi bukan berarti tidak bias diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di didunia tidak ada yang tidak mungkin. Dengan belajar kita akan bias menjalan apa yang menjadi tujuan hidup, begitu juga dengan belajar untuk tepat waktu. Tidaklah sulit belajar tepat dengan waktu, asal jangan sampai waktu yang menyetir langkah kita tetapi justru kita yang menyetir waktu itu.
5. Positif berpikir. Ini titik utama untuk melangkahkan kaki untuk mencapai tujuan itu. Kenapa? karena pikiran yang akan mengolah apa yang kita lihat, dengar, dan kita jalankan. Dimana kita harus bias memandang sesuatu dengan otak kanan lalu dengan otak kiri kita mengedit segala apa yang menjadi tujuan hidup.
Dari lima budaya Hongkong yang sangat terlihat di depan mata kita. Apakah salah bila kita juga menerapkan dalam kehidupan sehari-hari atau dijadikan artikel pribadi untuk melangkahkan kaki merajut sebuah cita-cita. Tentunya tidak ada yang akan menyalahkan. Asal kita harus pandai-pandai menyaring budaya-budaya hongkong dengan saringan iman dan tawaqal.
Ingin mencoba ke lima bahan diatas. Silahkan. Hanya satu pesan yang selalu jadikan pacuannya, “Bahwa masa depan dan apa yang terbaik untuk kita adalah kita sendiri yang merajut dan bias memilihnya” (MNI)